Sebagai pembanding dalam forum bedah buku, KH. Zaimuddin Wijaya As’ad atau Gus Zuem, putra pertama Kiai As’ad Umar. Menurutnya, membaca buku tersebut seperti menyaksikan potongan-potongan video tentang ayahnya yang penuh inspirasi.
“Buku ini seperti klip narasi tentang suksesnya transformasi pendidikan pesantren yang beliau bangun. Isinya bukan hanya gagasan, tapi juga potret perjuangan panjang,” ungkap Gus Zuem.
Sementara itu, Yusron Aminulloh, wartawan senior sekaligus penulis buku, yang hadir sebagai pembahas, turut memberikan apresiasi atas keberanian Rohmadi keluar dari zona nyaman sebagai jurnalis untuk menulis buku akademik. Ia menyoroti nilai-nilai inklusivitas yang dijunjung tinggi oleh Kiai As’ad Umar.
“Beliau dikenal mudah bergaul, terbuka dengan siapa pun tanpa memandang latar belakang agama, budaya, atau ras. Bahkan dalam banyak kesempatan, beliau tak segan berguru kepada non-Muslim soal pengelolaan pendidikan,” katanya
Salah satu terobosan penting yang dikenang adalah keberanian Kiai As’ad Umar untuk memadukan kurikulum pesantren dengan pendidikan umum, di saat banyak pesantren lain masih mempertahankan pola tradisional. “Hal tersebut ia lakukan bukan untuk menghapus identitas pesantren, melainkan justru untuk menguatkannya agar relevan di tengah zaman yang terus berubah,” ujarnya.
Yusron menambahkan, bedah buku itu menjadi momen reflektif sekaligus penghormatan terhadap tokoh pendidikan yang telah meletakkan fondasi besar bagi kemajuan pesantren di Indonesia. Kiai As’ad Umar tidak hanya meninggalkan warisan lembaga, tetapi juga nilai, semangat, dan pemikiran yang terus hidup dalam gerak perubahan zaman.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
