Cara Membayar Hutang Puasa Ramadhan yang Sudah Bertahun-tahun

Trisna Eka Adhitya
Ilustrasi buka puasa.(Foto: Shutterstock)

JAKARTA, iNews.id - Hutang puasa Ramadhan wajib hukumnya bagi umat islam untuk melunasinya. Baik hutang puasa yang ditinggalkan karena sengaja maupun udzur syar'i. 

Biasanya hutang puasa Ramadhan harus dibayarkan pada tahun sebelum Bulan Ramadhan selanjutnya kembali tiba. Lalu, jika sudah bertahun-tahun lamanya masih juga belum melunasi hutang puasa Ramadhan, bagaimana cara membayar hutang tersebut?

Tim Asatidz Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Luki Nugroho Lc dalam bukunya " Kupang Tuntas Fidyah" menjelaskan, Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, jilid 3, hal 144 menilai bahwa mayoritas ulama berpendapat mereka yang mempunyai hutang puasa Ramadhan, lalu dengan sengaja tidak membayarnya hingga datang Ramadhan berikutnya, maka selain tetap wajib membayar hutang puasanya mereka juga wajib membayar fidyah atas kelalaian ini. Hal itu adalah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Hurairah ridhwanullahi ‘alaihim, juga pendapat Mujahid, Said bin Jubair, Atha’ bin Abi Rabah. Dan ini juga pendapat madzhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah.  

Fidyah sendiri diambil dari kata “fadaa” yang artinya mengganti atau menebus. Dengan adanya fidyah maka seseorang yang tidak mampu menjalankan puasa Ramadhan  berdasarkan kriteria tertentu, diperbolehkan untuk menggantinya di waktu yang lain.

Secara istilah, Fidyah adalah sinonim dari al-Fida’ yang artinya suatu pengganti (tebusan) yang membebaskan seorang mukallaf dari sebuah perkara hukum yang berlaku padanya. Hukum Fidyah Hukum membayar fidyah adalah wajib untuk mengganti ibadah puasa dengan membayar sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan dari orang tersebut. 

Nantinya, makanan itu disumbangkan kepada orang miskin. Dalam Al-Quran ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang kewajiban membayar atau mengeluarkan fidyah, baik yang terkait dengan ibadah haji atau pun puasa.

Allah SWT berfirman dalam Al Quran, Surat Al Baqarah ayat 184:

 اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ 

Artinya: (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui". (QS. Al Baqarah: 184).

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat MA menjelaskan, hutang puasa Ramadhan di suatu tahun tidak akan gugur dengan sendirinya. Bahkan, hutang puasa juga tidak bisa dikonversikan menjadi bentuk sedekah atau memberi makan fakir miskin, jika yang bersangkutan masih mampu berpuasa atau dalam keadaan sehat. 

Para ulama umumnya sepakat akan hal itu. Namun mereka agak berbeda pendapat kalau kasusnya hutang puasa tidak dibayarkan, hingga lewat setahun sampai bertemu lagi bulan Ramadhan di tahun kemudian. Apalagi bila bukan cuma setahun tetapi bertahun-tahun lamanya hutang puasa itu masih belum dibayarkan. Jumhur Ulama sepakat cara membayar hutang puasa Ramadhan yang sudah bertahun-tahun dilakukan dengan cara puasa qadha dan membayar denda Fidyah. 

Sebagian fuqaha seperi Imam Malik, Imam as-Syafi‘i dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa harus mengqadha‘ setelah Ramadhan dan membayar kaffarah (denda). Dasar pendapat mereka adalah qiyas, yaitu mengqiyaskan orang yang meninggalkan kewajiban mengqadha‘ puasa hingga Ramadhan berikutnya tanpa uzur syar‘i seperti orang yang secara sengaja tidak puasa di bulan Ramadhan. 

Karena itu wajib mengqadha‘ serta membayar kaffarah (bentuknya Fidyah) untuk melunasi hutang tersebut. 

Berikut tata cara membayar fidyah: 

1. Membayar Fidyah dengan Beras  

Menurut Imam Malik, Imam As-Syafi'I, fidyah yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons=675 gram=0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa). Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha' gandum. (Jika 1 sha' setara 4 mud= sekitar 3 kg, maka 1/2 sha' berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras. 

2. Fidyah dengan Uang Menurut Hanafiyah, fidyah boleh ditunaikan dalam bentuk qimah (nominal) yang setara dengan makanan yang dijelaskan dalam nash Al Quran atau hadits, misalnya ditunaikan dalam bentuk uang. 

Konsep jenis makanan pokok yang dinominalkan versi Hanafiyyah terbatas pada jenis-jenis makanan yang tercantum secara eksplisit dalam hadits Nabi, yaitu kurma, al-burr (gandum)/tepungnya, anggur, dan al-sya’ir (jerawut).  Adapun kadarnya adalah satu sha’ untuk jenis kurma, jerawut, dan anggur (menurut sebagian pendapat, kadarnya anggur adalah setengah sha’). 

Sedangkan gandum atau tepungnya adalah setengah sha’ untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Ketentuan kadar, jenis dan kebolehan menunaikan qimah dalam fidyah menurut perspektif Hanafiyah sama dengan ketentuan dalam bab zakat fitrah (Syekh Ahmad bin Muhammad al-Thahthawi al-Hanafi, Hasyiyah ‘ala Maraqil Falah, hal. 688).  Ukuran satu sha’ menurut Hanafiyyah menurut hitungan versi Syekh Ali Jum’ah dan Muhammad Hasan adalah 3,25 kg, berarti setengah sha’ adalah 1,625 kg. 

Sedangkan menurut hitungan versi Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqih al-Islami adalah 3,8 kg, berarti setengah sha’ adalah 1,9 kg.  

Tata cara niat membayar Fidyah 

1. Niat fidyah puasa bagi orang sakit keras dan orang tua renta:

 نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ لإِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى 

Latin: 

Nawaitu an ukhrija haadzihil fidyata li ifthoori shoumi romadhoona fardhan lillaahi ta'aala. 

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini karena berbuka puasa di bulan Ramadhan, fardlu karena Allah.” 

2. Niat fidyah bagi wanita hamil atau menyusui: 

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى 

Latin: 

Nawaitu an ukhrija haadzihil fidyata 'an ifthoori shoumi romadhoona lilkhoufi 'alaa waladii fardhan lillaahi ta'aala 

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadhan karena khawatir keselamatan anaku, fardlu karena Allah.” 

3. Niat fidyah puasa orang mati (dilakukan oleh wali/ahli waris): 

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ صَوْمِ رَمَضَانِ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى 

Latin: 

Nawaitu an ukhrija haadzihil fidyata 'an shoumi romadhoona fulaan bin fulan fardhan lillaahi ta'aala 

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan puasa Ramadhan untuk Fulan bin Fulan (disebutkan nama mayitnya), fardlu karena Allah”. 

4. Niat fidyah karena terlambat mengqadha puasa Ramadhan. 

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى 

Nawaitu an ukhrija haadzihil fidyata 'an ta khiiri qadhaa i shoumi romadhoona fardhan lillaahi ta'aala 

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan, fardlu karena Allah”. 

Niat fidyah boleh baca saat menyerahkan kepada fakir/miskin, saat memberikan kepada wakil atau setelah memisahkan beras yang hendak ditunaikan sebagai fiidyah. Demikian pembahasan mengenai cara membayar hutang puasa Ramadhan yang sudah bertahun-tahun tidak ditunaikan.  

Wallahu A'lam

Editor : Trisna Eka Adhitya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network