MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Komanditer Pasif CV Mekar Makmur Abadi (MMA), Herman Budiyono (42) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Selasa (1/10/2024). Herman didakwa menggelapkan uang bisnis keluarga senilai Rp12 miliar.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ayu Sri Adriyanthi Widja, Jenny Tulak dan Jantiani Longli Naetasi ini digelar terbuka untuk umum. Surat dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rizka Apriliana.
Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan Riska, perkara ini bermula dari meninggalnya Bambang Sutjahjo pada 8 Juli 2021. Bambang merupakan ayah kandung Herman.
Ia menjabat Direktur CV Mekar Makmur Abadi (MMA), perusahaan perdagangan ban truk di Jalan Bhayangkara nomor 15, Kelurahan Sentanan, Kranggan, Kota Mojokerto. Sebelum meninggal dunia, Bambang memberikan token BCA beserta nomor pin-nya milik CV MMA kepada terdakwa yang saat itu berada di Mojokerto.
Bambang mendirikan CV MMA pada 6 Desember 2019. Modal awal sepenuhnya dari kantong pribadinya sebesar Rp3.524.024.000.
Herman menjabat komanditer pasif atau persero diam di perusahaan tersebut. "Sedangkan 3 anak bambang yang lain, Juliati Sutjahjo, Hadi Poemomo Sutjahjo dan Lidiawati Sutjahjo tinggal di luar Mojokerto," kata Rizka.
Sehari setelah Bambang Sutjahjo meninggal dunia, tanpa seijin dan sepengetahuan saksi serta saksi Hartatiek yang merupakan ibu kandung, terdakwa mentransfer uang dari rekening perusahaan ke rekening pribadi dari Juli sampai Desember 2021 total Rp12.283.510.000. "Saksi meminta terdakwa untuk bermusyawarah dengan keluarga terkait pembaruan akta pendirian CV MMA, namun terdakwa selalu menolak," terang Rizka.
Pada tanggal 13 November 2023, saksi mengirim tiga kali surat somasi kepada terdakwa terkait pertanggungjawaban transaksi keuangan CV MMA. Namun terdakwa tidak mau dan tetap menjalankan perusahaan.
Terdakwa tetap menjalankan perusahaan menggunakan rekening pribadi dan menguasai usaha tersebut serta tidak membagi dengan saudara-saudaranya dan ibu kandung terdakwa.
"Sehingga saksi mengalami kerugian sebesar Rp12.283.510.000. Perbuatan terdakwa sebagaimana diancam pidana Pasal 374 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP,” ujarnya.
Menanggapi dakwaan JPU, penasihat hukum terdakwa Michael SH, MH, CLA, CTL, CCL menilai jika dakwaan JPU prematur. Pihaknya keberatan atas hukum acara pidana yang dilanggar oleh JPU. Sehingga sangat merugikan hak-hak terdakwa dalam pembelaannya.
“Perkara waris belum ada putusan perdata terkait CV yang dibekukan, CV bukan merupakan warisan karena di dalam CV itu, kepengurusan hanya ada dua. Papa terdakwa dan terdakwa,” jelasnya.
Dia menegaskan, terkait transfer uang dari rekening CV ke pribadi terdakwa digunakan untuk kepentingan CV. Anehnya, tidak ada audit atau hasil audit yang menyatakan kerugian tersebut.
Menurutnya, jika ada penggelapan maka harus ada hasil audit. Terdakwa justru mengajukan audit kepada penyidik termasuk melampirkan bukti-bukti.
“Seharusnya dibuktikan dulu keperdataannya dan audit itu menentukan apakah untuk kepentingan pribadi atau perusahaan,” urainya.
Menurut Michael, meski terdakwa sebagai Komanditer Pasif, namun terdakwa juga menyetor modal untuk perusahaan. Atas perkara ini, dilakukan penahanan terhadap terhadap terdakwa. Terkait penahanan, menurutnya tidak seharusnya dilakukan. Pasalnya, perkara tersebut merupakan masalah keluarga. Kuasa hukum menjelaskan jika terlapor adalah kakak kedua terdakwa.
“Selama ini, terdakwa dan istri tinggal di sana dan merawat mama-papanya. Itu yang harus diingat, kakak-kakaknya tidak ada yang tinggal di Mojokerto. Masak setoran dianggap sebagai penggelapan, masak dia menggelapkan uangnya sendiri. Dari mana Rp12 miliar ini? Nanti akan kita buktikan di pengadilan,” paparnya.
Michael mengungkapkan, ada tiga poin yang menjadi keberatan kliennya. Diantaranya, masalah penahanan, keperdataan dan audit. Pihaknya akan membuktikan terkait tuduhan yang dilayangkan pelapor dengan bukti-bukti yang ada.
Untuk mengajukan eksepsi atau tidak pihaknya akan mempelajari berkas perkara karena ia belum mendapatkan berkas perkara.
"Kami fokus masalah keberatan penahanan, tidak dilakukan audit dan menanyakan apakah CV MMA itu merupakan warisan atau gono-gini. Ada nggak bukti perdatanya, seharusnya ini masalah perdata," katanya.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait