MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id- Telaah fotogrametri atau teknik pemetaan melalui foto udara pernah dikerjakan untuk menguak misteri Kerajaan Majapahit. Tepatnya telaah fotogrametri ini dilakukan pada tahun 1973.
Saat itu, penelitian tengah mencoba melakukan pemotretan terhadap wilayah Jawa Timur. Seluruh Jawa Timur pun
dipotret dari udara dengan memakai film hitam-putih atau yang dikenal dengan pankhromatik.
Wilayah Trowulan pun otomatis ikut dalam bidikan. Saat itulah para peneliti mengungkap sebuah temua yang cukup mengejutkan.
Dikutip dari tulisan Sani Safitri berjudul Telaah Geomorfologi Kerajaan Majapahit, foto penampakan dari udara ini memberi titik dugaan baru mengenai tata kota Majapahit.
Diungkap bahwa di sekitar Trowulan terdapat garis-garis lurus yang saling memotong seolah berpola rapi. Garis-garis ini mengarahkan simpulan para peneliti terhadap kemungkinan adanya konstruksi unik di area kota Trowulan.
Akhirnya, pada tahun 1980 pemotretan terhadap wilayah Trowulan diulangi. Tentunya kali ini penelitian menjadi lebih terfokus.
Fotogrametri kali ini dilakukan dengan memakai alat multispektral foto dan fales colour infra red. Proses ini menghasilkan penampakan garis-garis di kota Trowulan menjadi lebih jelas.
Jaringan garis-garis gelap pun menjadi makin nyata. Ketika diadakan penelitian lebih lanjut, hasilnya menakjubkan.
Foto menunjukkan garis-garis tersebut memiliki lebar antara 20-30 meter. Garis-garis ini tampak sebagai sebuah konstruksi yang terletak dengan kedalaman sekitar 4 m.
Dugaan yang muncul adalah kemungkinan adanya saluran air yang tertata dengan saat baik di wilayah kota Trowulan. Para peneliti menduga garis-garis yang saling bertemu itu adalah jaringan air yang terhubung.
Satu hal lain yang ditimbulkan dari hasil analisis temuan ini adalah tafsiran dan usaha rekonstruksi mengenai keraton Majapahit berdasarkan kitab Negarakretagama perlu diperbaiki. Khususnya mengenai tafsiran awal bahwa keraton menghadap ke arah utara.
Sani Safitri menyebutkan bahwa hasil penelitian fotogrametri itu memastikan bahwa ibukota Majapahit dikelilingi oleh jaringan jalur alir yang lebar dan dalam. Jaringan ini mempunyai jalan keluar ke arah barat menuju ke kali Brantas.
Jaringan air ini saling terhubung satu sama lain. Sumber airnya berasal dari sungai-sungai yang ada di sebelah selatan ibukota.
Selain jaringan air sungai itu, juga ditemukan jaringan air minum yang mengalir lewat pipa-pipa dalam tanah. Jaringan pipa air minum ini tampak bermula dari sekitar Candi Tikus di selatan ibukota.
Temuan ini tentu merupakan informasi yang luar biasa mengenai kebesaran Kerajaan Majapahit. Meski demikian, bukti foto ini masih diragukan oleh sejumlah tokoh arkeolog.
Di antara beberapa arkeolog yang meragukan garis-garis tersebut sebagai jaringan air adalah R.P Sujono dan Prof. Slamet Mulyana. Baik Sujono dan Slamet menitikberatkan informasi yang didapat dalam literatur tertulis mengenai penampakan kota Majapahit.
Sujono berpendapat Prapanca dalam bukunya Negarakretagama tidak menyebut-nyebut bahwa Raja Hayam Wuruk pernah naik kapal layar dalam perjalanannya keliling Jawa Timur. Artinya, jaringan air yang dimaksud tentu perlu dipertanyakan kebenarannya.
Senada dengan hal itu, Slamet Mulyana juga berpegang pada Negarakretagama dan Pararaton yang tidak menyebut adanya parit di ibukota Majapahit. Sebagai tambahan, Slamet Mulyana menyebut pula deskripsi yang dicatat oleh Ma Huan kala melukiskan ibukota Majapahit. Ma Huan sama sekali tidak menyebut adanya parit atau jalur air dalam catatannya yang teliti itu.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait