Menakar Nilai Harapan Publik Atas Uji Kompetensi Jurnalis
JOMBANG, iNewsMojokerto.id - Pada tanggal 14 Mei 2025, Satreskrim Polres Trenggalek menangkap tiga orang pria yang mengaku sebagai jurnalis media online.
Penangkapan dilakukan karena mereka diduga memeras Kepala Desa Surenlor Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek dengan modus mengancam akan memberitakan miring proyek yang ada di desa tersebut. Dari tangan ketiganya, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa uang hasil pemerasan sebesar Rp. 5 juta.
Pada tanggal 27 Mei 2025, Satreskrim Polres Sumedang juga menangkap lima pria yang mengaku sebagai jurnalis media online karena diduga memeras Kepala Desa Ciuyah, Kecamatan Cisarua, Sumedang, Mereka menakut-nakuti korban dengan mengancam akan memberitakan dugaan penyimpangan pengelolaan BUMDes.
Dari tangan para pelaku, polisi mengamankan barang bukti berupa uang hasil pemerasan Rp. 8 juta. Kasus serupa juga pernah terjadi di Desa Mejoyolosari Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang, Rabu (14/11/23).
Dalam kasus tersebut, polisi menangkap dua pria yang mengaku sebagai wartawan dan memeras Sekdes Mejoyolosari dengan meminta uang Rp, 2,5 juta.
Selama ini, keberadaan oknum jurnalis dengan media abal-abal memang telah membuat masyarakat resah. Setiap hari, jurnalis gadungan bergerilya dari satu desa ke desa lainnya untuk mencari sasaran dengan pura-pura mencari berita.
Untuk mengatasinya, pada tahun 2006, Dewan Pers mulai menggagas perlu diadakannya Uji Kompetensi Wartawan. Proses tersebut dimulai dengan riset dan kajian mendalam tentang standar kompetensi yang harus dimiliki jurnalis professional.
Bertepatan dengan peringatan Hari Pers Nasional tahun 2010, ditandatanganilah piagam Palembang yang berisi kesepakatan mengenai standart kompetensi wartawan. Piagam Palembang itu kemudian ditindaklanjuti oleh Dewan Pers dengan mencanangkan program peningkatan kompetensi jurnalis melalui Uji Kompetensi Wartawan/Jurnalis (UKW/J).
Tujuannya adalah:
1. Secara internal, untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme jurnalis, menjadi acuan evaluasi kerja, serta menjaga harkat dan martabat profesi jurnalis.
2. Secara eksternal, UKJ bertujuan untuk melindungi dan membantu publik dalam berinteraksi dengan jurnalis atau perusahaan pers agar bisa selektif dan terhindar dari aksi penyalahgunaan profesi oleh jurnalis gadungan.
UKW/J pertama kali digelar di Jakarta pada tanggal 26 – 27 Januari 2011. Hingga kini, total sudah ada 14.254 wartawan/jurnalis yang telah mengikuti uji kompetensi dan mengantongi sertifikat kompeten dari Dewan Pers. Mereka terbagi dalam tiga jenjang, yaitu 10.411 jurnalis jenjang muda, 2.600 jenjang madya dan 1.243 jenjang utama.
Namun, setelah uji kompetensi berjalan dan meluluskan belasan ribu jurnalis, ada dua pertanyaan yang muncul di masyarakat:
1. Apakah praktek jurnalis gadungan dengan media abal-abal itu hilang?
2. Apakah publik kini terlindungi dari praktek media abal-abal dan jurnalis gadungan?
Dikaitkan dengan teori Nilai Harapan (expentancy value theory), digulirkannya program Uji Kompetensi Jurnalis sebenarnya menjadi harapan baru bagi masyarakat agar jurnalis di Indonesia semakin professional.
Diantara harapan itu adalah
1. Jurnalis yang kompeten lebih mudah dikenali
2. Jurnalis gadungan dan media abal-abal berkurang
3. Interaksi dengan jurnalis menjadi lebih aman
4. Pelayanan informasi publik menjadi lebih berkualitas
Namun, fakta di lapangan menunjukkan angka kasus penyalahgunaan profesi oleh jurnalis gadungan masih terus berjalan dan masyarakat belum terhindar/terlindungi dari praktek penyalahgunaan profesi tersebut. Hanya saja mayoritas korban enggan memprosesnya secara hukum karena berbagai alasan.
Sehingga dalam kerangka teori nilai harapan, publik bertanya, apakah hasil yang diharapkan dari UKW/J benar-benar telah tercapai jika dibandingkan dengan “probabilitas kegagalan” kebijakan tersebut dalam menekan angka pemeras berkedok wartawan?.
Hingga kini, masyarakat, pejabat maupun pelaku UMKM merasa bahwa probabilitas bertemu dengan jurnalis gadungan masih cukup tinggi, sedangkan kemampuan mereka untuk membedakan jurnalis kompeten dengan jurnalis gadungan masih sangat rendah. Dengan kata lain, nilai harapan UKW/J besar namun manfaat yang dirasakan masyarakat masih sangat kecil.
MANFAAT UKW/J TIDAK TERLIHAT PUBLIK
Dalam teori nilai harapan, sebuah program/kebijakan publik akan dianggap sukses jika manfaatnya dapat dilihat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat, namun hal ini tidak terjadi pada UKW/J.
Penyebabnya:
1. Publik tidak terbiasa mau melihat secara langsung siapa jurnalis yang kompeten dan tidak.
2. Mekanisme verifikasi cepat dilapangan belum dikenal luas oleh masyarakat.
3. Tidak ada sanksi yang jelas bagi media abal-abal dan jurnalis gadungan
Akibatnya, meski UKW/J memberi manfaat besar bagi jurnalis professional namun bagi publik nilai manfaatnya masih belum bisa dirasakan (kabur).
Lalu, apakah UKW/J ini gagal?
Dari bahasan di atas dapat dipahami bahwa Uji Kompetensi Jurnalis bukanlah kebijakan yang gagal. Program ini terbukti telah meningkatkan profesionalisme jurnalis di Indonesia. Namun dari perspektif nilai harapan publik, manfaat UKW/J belum terasa.
Jika persoalan ini tidak dibenahi, maka meskipun nanti ada 50 ribu jurnalis bersertifikat, masyarakat tetap akan merasa tidak aman dari aksi pemerasan berkedok wartawan.
Supaya UKW/J benar – benar memiliki nilai harapan tinggi di mata publik, ada beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan , diantaranya adalah:
1. Menyediakan penanda resmi yang mudah diverifikasi
2. Data base yang mudah diakses untuk mengecek jurnalis yang telah terverifikasi dan belum.
3. Diskominfo melakukan edukasi dari tingkat desa, Kecamatan hingga daerah.
4. Penegakan hukum secara cepat dan lebih keras (jika resiko hukum meningkat maka nilai harapan pelaku kejahatan akan turun drastis).
5. Lakukan pembenahan ekosistem media dengan memperketat verifikasi perusahaan pers
6. Menertibkan media abal-abal yang hanya dijadikan alat untuk melakukan pemerasan.
Penulis: Mukhtar Bagus Purnomo, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, Ketua IJTI Korda Mojopahit 2018-2021.
Editor : Zainul Arifin