get app
inews
Aa Text
Read Next : Warsubi Lantik 66 Pejabat Jombang, Ini Nama-namanya Lengkap Jabatannya

Pelantikan 8 Kepala SMP di Jombang Dituding Tabrak Permendikbudristek, Begini Penjelasan Akademisi

Selasa, 15 Juli 2025 | 12:13 WIB
header img
Pelantikan 8 Kepala SMP di Jombang Dituding Tabrak Permendikbudristek, Begini Penjelasan Akademisi. Foto iNewsMojokerto/Dok. Aries

JOMBANG, iNewsMojokerto.id – Pelantikan 8 Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP) Negeri di Jombang oleh Bupati Jombang Warsubi dituding  menabrak Peraturan Menteri Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) nomor 7 Tahun 2025 tentang penugasan Guru sebagai Kepsek.

Tudingan muncul karena Kepala sekolah sebelum dilantik seharusnya melalui proses beberapa tahapan, seperti tes administrasi, tes substansi, serta pendidikan dan pelatihan (Diklat) sebelum akhirnya memperoleh sertifikat yang menjadi dasar legal diangkat jabatannya.

Namun sebaliknya, YN, sumber iNewsMojokerto.id menyebutkan jika guru-guru yang belum mengikuti tahapan regulasi justru diposisikan di sekolah-sekolah favorit. Sementara sejumlah kepala sekolah senior yang telah lama mengabdi di daerah pinggiran dan memiliki pengalaman tidak mendapat tempat di sekolah besar.

Delapan kepala SMP yang dilantik antara lain. Minto Rogo Kepala SMP 1 Bareng; Miftahul Rohana Kepala SMP 3 Peterongan; Zunaedi Kepala SMP 5 Jombang; Yeni Rahmawati Kepala SMP 2 Diwek. Kemudian, Etik Nurosidah Kepala SMP 2 Jombang; Tatit Mustikari Kepala SMP 1 Tembelang; Lukman Kepala SMP 1 Plandaan; dan Makhshushotin Kepala SMP 1 Peterongan.

YN menyebut, dari delapan Kepala SMP itu, 4 orang berasal dari latar belakang guru penggerak, meski sertifikat guru penggerak saat ini tidak lagi menjadi syarat utama. Dua lainnya merupakan calon kepsek yang telah mengikuti tahapan tes dan memiliki sertifikat. Serta dua orang sisanya tidak berasal dari guru penggerak maupun calon kepsek bersertifikat.

"Yang dua orang ini paling parah, karena tidak punya sertifikat, tidak guru penggerak, dan belum ikut tes substansi. Tapi kok bisa dilantik," ucap YN.

Akademisi Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, M. Najihul Huda menilai yang dilakukan Pemkab Jombang berpotensi menyalahi regulasi Permendikbudristek nomor 7 Tahun 2025.

Fenomena itu menggambarkan dilema fundamental dalam dunia pendidikan di Kota Santri. Sebab, ketika berbicara kepemimpinan sekolah, tidak hanya membahas aspek administratif semata, tetapi lebih pada substansi moral yang menjadi fondasi seluruh proses pendidikan.

Kepala sekolah, sebagai pemimpin tertinggi di lembaga pendidikan, seharusnya menjadi eksemplar kepatuhan terhadap regulasi dan norma yang berlaku.

"Kepatuhan pada regulasi bukan sekadar formalitas birokratis, melainkan manifestasi dari integritas moral. Ketika seorang kepala sekolah dilantik tanpa melalui tahapan yang seharusnya—seperti tes administrasi, tes substansi, dan diklat yang diamanatkan regulasi—maka terjadi inkonsistensi antara pesan yang ingin disampaikan dalam pendidikan karakter dengan praktik yang dicontohkan," urainya.

Dia berpandangan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas menyatakan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. "Bagaimana kita dapat mencapai tujuan mulia ini jika para pemimpin pendidikan sendiri tidak menunjukkan konsistensi dalam mematuhi aturan yang berlaku?," lontarnya.

Ia menjabarkan, jika siswa adalah pengamat yang sangat peka. Mereka belajar tidak hanya dari kurikulum formal, tetapi juga dari hidden curriculum—pembelajaran yang terjadi melalui pengamatan terhadap perilaku dan sikap para pendidik. Ketika kepala sekolah dilantik melalui proses yang bermasalah, pesan implisit yang tertanam adalah bahwa aturan dapat diabaikan jika ada kepentingan tertentu.

"Lembaga pendidikan seharusnya menjadi benteng moral masyarakat. Ketika kredibilitas moral pemimpin pendidikan dipertanyakan, maka seluruh ekosistem pendidikan akan mengalami goncangan. Guru-guru yang berintegritas akan merasa demoralisasi, sementara yang oportunis akan melihat ini sebagai sinyal bahwa merit system tidak berjalan dengan baik," kata dosen pendidikan agama islam tersebut.

Fenomena itu juga berpotensi menciptakan cynicism di kalangan pendidik. Ketika melihat rekan sejawat yang tidak mengikuti prosedur standar justru mendapat posisi strategis, sementara yang patuh pada regulasi harus menunggu, maka akan terjadi degradasi motivasi untuk mematuhi aturan yang berlaku.

Selanjutnya, aspek moral lain yang tidak kalah penting adalah keadilan. Laporan menyebutkan bahwa kepala sekolah senior yang telah lama mengabdi di daerah pinggiran justru tidak mendapat tempat di sekolah besar, sementara yang belum memenuhi syarat regulasi ditempatkan di sekolah favorit. Ini menunjukkan ketidakadilan yang dapat merusak sistem merit dalam dunia pendidikan.

"Meritokrasi dalam pendidikan bukan hanya soal efisiensi administratif, tetapi juga tentang memberikan teladan yang benar kepada generasi muda tentang bagaimana pencapaian seharusnya diraih melalui kerja keras, kompetensi, dan kepatuhan pada prosedur yang berlaku," bebernya.

Mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini merekomendasikan beberapa langkah perbaikan yang tanpa mengabaikan kompleksitas situasi yang mungkin melatarbelakangi keputusan tersebut.

Pertama, para kepala sekolah yang belum melalui tahapan lengkap hendaknya segera menjalani tes substansi dan diklat yang diamanatkan regulasi. Ini bukan hanya untuk memenuhi formalitas, tetapi untuk menunjukkan komitmen terhadap professionalisme.

Kedua, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem seleksi dan promosi kepala sekolah untuk memastikan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan merit system benar-benar diterapkan.

Ketiga, diperlukan mekanisme monitoring dan evaluasi yang lebih ketat untuk memastikan tidak terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

"Sebagai akademisi yang peduli terhadap masa depan pendidikan di Jombang, saya berharap kasus ini dapat menjadi momentum refleksi bagi semua pihak. Pendidikan yang berkualitas tidak hanya diukur dari prestasi akademis, tetapi juga dari integritas moral para pengelolanya. Ketika moral kepemimpinan pendidikan kuat, maka ia akan menjadi fondasi yang kokoh untuk melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter mulia," ujarnya 

Pihaknya menandaskan sekaligus mengajak seluruh elemen bersama-sama membangun sistem pendidikan di Kota Santri semakin baik, sesuai amanat undang-undang. Masa depan moral bangsa sesungguhnya dimulai dari keteladanan yang ditunjukkan di ruang-ruang kelas dan koridor sekolah.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut