JOMBANG, iNewsMojokerto.id - Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Mojowarno Jombang mempunyai tradisi unik untuk mensyukuri kekayaan mereka, namanya tradisi unduh-unduh. Setiap tahun, tradisi ini digelar di halaman gereja dengan meriah.
Seperti hari ini, Minggu (12/5/2024). Meskipun diinisiasi oleh umat kristiani, namun pelaksanaan tradisi Unduh-unduh jemaat salah satu gereja tertua di Jawa Timur tersebut melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Sikap toleransi antar umat beragama di wilayah itu cukup tinggi.
Ribuan masyarakat turut membaur dalam perayaan Unduh-unduh tersebut. Warga memadati jalan menyaksikan langsung berbagai hasil panen bumi seperti padi, sayur-sayuran, dan buah-buahan dihias di atas gerobak besar yang diarak dari gereja keliling kampung.
Tidak hanya hasil bumi berbagai hewan ternak turut diarak keliling. Ada tujuh blok unduh-unduh yang diarak. Yakni Blok Mojotengah, Blok Mojowarno, Blok Mojojejer, Blok Mojowangi, Blok Mojodukuh, Blok Mojoroto atau dari enam dusun di desa itu dan ditambah satu dari blok Rumah Sakit Kristen (RSK) Mojowarno.
Arak-arakan hasil panen juga diselingi budaya kesenian jaranan dan tarian remo sebagai wujud syukur sekaligus melestarikan budaya. Sejumlah jemaat juga tampak menggunakan pakaian-pakaian khas jawa (seperti udeng, kebaya, konde, sarung, batik), ada pula yang menggunakan kostum khas unduh-unduh.
"Perayaan Unduh-unduh seperti ini setiap tahun diadakan sebagai persembahan rasa syukur kami atas hasil panen," kata salah satu jemaat, Rudi, Minggu (12/5/2024).
Informasi yang dihimpun, tradisi perayaan unduh-unduh berasal dari kata mengunduh atau memetik. Tradisi ini digelar saat musim petik atau musim panen setiap tahun, sudah berlangsung sejak Mei 1939 silam.
Semua hasil bumi kemudian di lelang bebas kepada masyarakat. Hasil lelang itu akan digunakan untuk pengerjaan pelayanan gereja dan akan disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan. "Unduh-unduh ini juga mengajarkan kepada jemaat agar memiliki kepedulian terhadap gereja dan sesama umat manusia lainnya," kata jemaat lainnya.
Selain bermakna ungkapan syukur kepada Tuhan atas hasil panen melimpah selama satu tahun, keberadaannya juga sebagai salah satu cara agar budaya Jawa tetap lestari. "Tradisi seperti ini sangat luar biasa, bagaimana masyarakat di Kota Santri ini saling menghargai dan menghormati pada antarumat beragama," kata salah satu warga Jombang, Ahmad Saipul.
Editor : Arif Ardliyanto