JAKARTA, iNewsMojokerto.id – Standarisasi motor listrik menjadi salah satu solusi agar penjualan motor listrik meningkat di Indonesia. Hal ini untuk menjawab keraguan masyarakat dalam hal pengisian baterai.
sekretaris Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia (AISI) Hari Budianto mengungkapkan, penyeragaman jenis baterai perlu dilakukan agar bisa ditentukan sistem pengisian yang sesuai di Indonesia.
“Itu permasalahan dasarnya, karena secara industri dunia pun sampai saat ini memang sudah ada banyak standar tapi belom regulated,” kata Budi saat ditemui di Jakarta Selatan.
Saat ini, merek motor listrik di Indonesia menjamur. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ada sekitar 52 Agen Pemegang Merek (APM) motor listrik berada di pasar Indonesia. Mereka ada yang tergabung dalam Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) dan Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia (AISI).
Namun, peredaran motor listrik di Indonesia masih sangat kecil. Penjualannya hanya sekitar 1 persen dari total penjualan motor bermesin konvensional.
“Kalau standar itu mengacu pada apakah itu kualitas, apakah itu soket tertentu, apakah tegangan pengenal tertentu itu standar ya. Tapi kalau diregulasikan itu harus dipatuhi jadi regulasi,” ujarnya.
Hari menilai pemerintah perlu turun tangan mengeluarkan regulasi standarisasi baterai motor listrik. Ini akan membuat harga baterai menjadi lebih murah dan menyediakan banyak opsi pengisian daya.
“Kalau mau strict, pemerintah meregulasikan harus 1 pakai ini, nah itu pasti semua ikut. Jadi di bawah kementerian perindustrian membahas mengenai bagaimana kelanjutan dari standarisasi baterai dan mungkin di bulan-bulan depan ini ada meeting berikutnya,” katanya.
Hari menegaskan saat ini baterai yang digunakan motor listrik diproduksi oleh produsen menyesuaikan tegangan yang dibutuhkan. Sebab itu, ada berbagai macam jenis baterai dan daya pengisian.
“Pertanyaannya, Kalau mau distandarkan 1 atau 2 atau 3, masalahnya kan macam-macam. Baterai ini kebutuhannya menyesuaikan dari motornya. Kira-kira bisa disatuin. Tentu logikanya adalah susah untuk distandarisasi,” katanya.
Seperti diketahui, sistem penukaran baterai menjadi pengisian daya yang paling praktis karena hanya membutuhkan waktu beberapa menit. Namun, membutuhkan investasi besar.
“Jadi ada problem karena wacananya banyak tipe, kapasitasnya beda-beda. Tentu supaya investasi untuk baterai swap atau pengisian itu mahal, kalau bisa di common-kan itu akan jauh lebih baik. Kira-kira itu problem di negara kita yang mau kita pecahkan bersama,” ujar Hari.
Editor : Trisna Eka Adhitya