MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Tentu Anda sudah pernah mendengar tentang ulat sagu Papua. Namun, pernahkah Anda mencoba rasanya?
Atau setidaknya, Pernahkah Anda membayangkan sensasi makan hewan kecil yang gendut ini? Makanan asli tanah Papua ini bisa jadi satu menu yang wajib dicoba bagi para penggila kuliner unik.
Ulat sagu merupakan salah satu makanan asli tanah Papua. Menu ini biasa dikonsumsi masyarakat Suku Kamoro.
Suku Kamoto tinggal di wilayah pesisir selatan Papua, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Di sana pula ulat sagu mudah ditemukan.
Impresi pertama pada menu unik ini adalah tampak menjijikkan atau menggelikan. Bentuk ulat yang kecil dan gendut berkumpul dalam satu wadah memberi imajinasi sendiri akan rasanya.
Apalagi saat melihat mereka masih bergerak-gerak dalam satu wadah. Jangankan mencoba makan, kebanyakan orang enggan bahkan sekadar menyentuh tubuh ulat.
Ulat Sagu Tinggi Protein, Cocok bagi Penderita Diabetes
Menu ekstrem ini ternyata kaya akan protein. Makanan yang mengandung protein tinggi disebut cocok disantap bagi penderita diabetes.
Sebab, makanan ini rendah serat. Pengolahannya pun bisa dimakan secara langsung atau hidup-hidup.
Namun, ada juga yang memilih mengolahnya. Misalnya dengan cara digoreng atau disate.
Laporan penelitian menyebutkan larva dari kumbang merah kelapa (Rhynchophorus ferrugenesis) yang kerap bertelur di pucuk pohon sagu berprotein 9,34 persen atau hampir separuh dari daging merah yang mencapai 28 gram lebih protein per 100 gram konsumsi.
Santapan khas Papua ini juga mengandung beberapa asam amino esensial, seperti asam aspartat (1,84 persen), asam glutamat (2,72 persen), tirosin (1,87 persen), lisin (1,97 persen) dan methionin (1,07 persen).
Cara Mendapat Ulat Sagu
Ulat Sagu berasal dari pohon sagu yang dipotong dan dibiarkan membusuk. Dalam budaya Papua, ulat sagu bukan sekadar hidangan biasa.
Ulat sagu lebih dari sekadar menu untuk mengenyangkan perut saja. Bagi masyarakat Papua, menu ini adalah unsur penting dalam ritual perayaan Suku Asmat.
Salah satunya ritual makan dalam upacara pemberian nama anak laki-laki Suku Kamoro. Ritual makan ini terdiri atas campuran tepung sagu dengan siput atau kerang jenis tertentu dan ulat sagu yang dibungkus dalam kemasan daun sagu berukuran panjang.
Rasa Ulat Sagu Pecah di Mulut
Kabar baik bagi para pecinta daging lemak. Rasa ulat sagu disebut mirip dengan sensasi menyantap potongan lemak daging sapi.
Bahkan, rasanya dianggap memiliki semburat rasa gurih yang lebih kuat. Agar lebih sedap di mulut, saran penyajiannya adalah dengan cara dibakar.
Harga ulat sagu di sejumlah lokasi kuliner di Papua dibanderol Rp45.000 hingga Rp50.000 per 25 ekor. Dengan kandungan gizi dan keunikan rasanya, harga tersebut tampaknya akan sepadan untuk dicoba.
Editor : Trisna Eka Adhitya