GUNUNGKIDUL, iNewsMojokerto.id- Cupu Panjala adalah sebuah benda yang diyakini berpetuah oleh sebagian masyarakat Gunungkidul. Benda ini diyakini bisa memprediksi masa depan.
Semalam (10/10/2022), di malam Selasa Kliwon, sebagian masyarakat Gunungkidul memadati kawasan Pedukuhan Mendak, Kalurahan Girisekar, Panggang. Mereka datang untuk menyaksikan tradisi tahunan yaitu pembukaan Cupu Panjala atau Panjolo.
Yang dimaksud dengan Cupu Panjala adalah tiga buah guci kecil yang dikeramatkan oleh masyarakat Gunungkidul. Hal tersebut masih lestari hingga hari ini.
Tradisi tersebut dikerjakan dengan membuka kain penutup guci. Kain ini hanya diganti setiap setahun sekali yaitu setiap malam Selasa Kliwon di bulan Rabiul Awal atau bulan Mulud.
Di malam keramat yang jatuh semalam itu, tradisi pembukaan Cupu Panjala dilaksakan di Rumah Dwijo Sumarto, generasi ke-6 dari Kyai Panjolo. Kyai Panjolo diyakini sebagai pemilik asli 3 cupu atau guci kecil yang disakralkan tersebut.
Lurah Girisekar, Sutarpan, mengatakan tradisi ini dilakukan dengan membuka kain mori putih pembungkus peti tempat tiga cupu berada. Proses membuka kain ini bukan agenda biasa.
Sebab, ternyata ada ratusan lembar kain yang membungkus peti tersebut. Tiap lapisan kain pembungkus inilah yang akan digunakan untuk "meramal masa depan".
"Di setiap lembar kain akan muncul gambar berbagai bentuk yang akan dibacakan oleh juru kunci," kata dia, Senin malam.
Jadi, pembukaan kain dan pembacaan tafsir gambar inilah yang paling ditungguoleh masyarakat setiap tahun. Setelah semua kain dibuka, peti berisi tiga cupu juga akan dibuka.
Ketiga guci tersebut disebut dengan nama Semar Tinandu, Palang Kinantang, dan Kenthiwiri. Posisi tiap guci ini juga akan dimaknai.
Pembukaan kain cupu yang keramat ini adalah acara puncak dari serangkaian ritual yang sudah digelar sejak Minggu sore (9/10/2022). Pada sore hari Selasa juga digelar ritual doa-doa di ruang utama tempat pembukaan Cupu Panjolo.
"Persiapannya terutama untuk prosesi kenduri memang membutuhkan waktu," katanya.
Selain proses pembukaan kain dan pembacaan ramalan, masyarakat juga menggelar kenduuri atau selamatan makan bersama. Kenduri tersebut dilakukan dua kali tiap tahun.
Pertama, kenduri yang digelar untuk ucapan syukur atas terkabulnya doa-doa di tahun kemarin. Sedangkan kenduri kedua merupakan selamatan sebelum Cupu Panjolo mulai dibuka.
"Baru setelah kenduri kedua ini, pembukaan Cupu Panjolo mulai dilakukan,"" ujar Sutarpan.
Dalam dua tahun kemarin, pandemi membuat ritual Cupu Panjala hanya digelar terbatas. Namun, di tahun ini Sutarpan mengatakan untuk pertama kalinya setelah pandemi melandai, tidak ada pembatasan pengunjung yang datang.
Asal Usul Cupu Panjala
Cupu Panjolo adalah pusaka nenek moyang berupa guci yang disimpan dalam kotak kayu berukuran panjang 35 cm, lebar 20 cm dan tinggi 20. Peti ini dìbungkus kain berwarna putih.
Cupu Kyai Panjolo saat ini hanya ada tiga yakni, Semar Tinandu, Palang Kinantang dan Kenthiwiri. Aslinya, jumlah cupu Kyai Panjolo ada lima.
Dua lainnya adalah Bagor dan Klobot. Dwijo Sumarto, ahli waris cupu, menyebut dua cupu itu hilang tak berbekas.
"Dahulu isi kotak itu tidak hanya Semar Tinandu, Palang Kinantang dan Kenthiwiri saja, melainkan ada Bagor dan Klobot," paparnya, Selasa (11/10/2022) dinihari.
Konon, kisah hilangnya dua guci tersebut berhubungan dengan nama klobot dalam istilah Jawa yang berarti kulit jagung. Sementara Bagor berarti karung.
Dengan nama itu, kedua guci ini merasa tidak dihormati. Namanya kerap disebut-sebut setiap tanpa penghormatan. Mereka pun lenyap tak berbekas, tidak kembali hingga sekarang.
Kejadian hilangnya Bagor dan Klobot itu sudah lama sekali lebih dari ratusan tahun silam. Kelima cupu ini adalah milik Eyang Seyek, nama asli Kyai Panjolo.
"Eyang Seyek merupakan orang yang menemukan dan memiliki Cupu Kyai Panjolo," kata dia.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, Cupu Kyai Panjolo diperoleh Eyang Seyek saat njolo (menjaring) di laut. Eyang Seyek tidak beristri dan tidak memiliki anak.
Namun, Eyang Seyek memiliki 10 saudara kandung, lima lelaki dan lima wanita.Kakek buyut dari Dwijo Sumarto adalah saudara kandung Eyang Seyek.
Sampai saat ini Cupu Kyai Panjolo diyakini sebagai simbol atau alat meramalkan kondisi bangsa Indonesia dalam masa setahun ke depan. Entah nyata atau tidak, itulah yang diyakini sebagian masyarakat Gunungkidul.
"Kita semua tidak tahu benar apa tidak itu semua. Tetapi sebagian besar masyarakat meyakini itu gambaran masa depan," ujarnya.
Editor : Trisna Eka Adhitya