MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Momen dimulainya keruntuhan Majapahit ditandai oleh mangkatnya Prabu Hayam Wuruk. Ialah raja terbesar Majapahit yang berhasil mengantar kerajaan di puncak kekuasaan.
Saat Prabu Hayam Wuruk meninggal, ia menurunkan dua anak. Seorang putri bernama Kusumawarddhani dari permaisuri, dan seorang putra bernama Wirabhumi anak seorang selir.
Kekuasaan Majapahit lantas jatuh ke tangan putrinya. Menurut Agus Aris Munandar, dalam salah satu tulisannya di buku "Sandhyakala ning Majapahit Pembelajaran dari Pasang Surut Kerajaan Majapahit", mungkin sang putri tidak mampu memegang kekuasaan. Oleh karena itu, pemerintahan Majapahit dipegang oleh suaminya, Wikramawarddhana.
Wikramawardhana sebenarnya bukanlah orang asing di dalam keluarga kerajaan. Wikramawardhana adalah ponakan Hayam Wuruk dari adik kandungnya Rajasaduhiteswarī (Bhre Pajang) yang menikah dengan Singhawarddhana atau Raden Sumana yang menjadi Bhre Paguhan.
Namun tampaknya naiknya Wikramawardhana ini memicu keberatan dari sisi putra Hayam Wuruk, Wirabhumi. Keluarga kerajaan pun tampak terpecah antara mereka yang tinggal di kedaton kulon dengan kedaton wetan.
"Agaknya Wikramawarddhana naik tahta dengan tidak mendapat dukungan penuh dari keluarga istana Majapahit. Tokoh ini sebenarnya keponakan Hayam Wuruk, ia anak dari adik perempuan Hayam Wuruk Rajasaduhiteswarī (Bhre Pajang) yang kawin dengan Singhawarddhana," tulis Agus dalam buku "Sandhyakala ning Majapahit Pembelajaran dari Pasang Surut Kerajaan Majapahit".
Pecahnya Perang Paregreg menjadi pembuka penurunan kekuatan Majapahit. Menurut Agus, pasca masa tenang setelah tahun 1400 M, Majapahit disibukkan oleh peperangan antara dua pihak, yaitu raja Wikramawarddhana yang bersemayam di Kadaton Kulon melawan Bhre Wirabhumi yang tinggal di Kadaton Wetan.
"Wikramawarddhana hanya memerintah Majapahit dengan tenang antara 1389-1400 M, kemudian pecahlah perang Paregreg (tahun 1401-1406 M) antara Bhre Wirabhumi yang menuntut tahta Majapahit kepada pihak Wikramawarddhana,"tambah Agus.
Di akhir peperangan, kemenangan berada di pihak Wikramawarddhana. Pasca kekalahan Wirabhumi itu, Wikramawarddhana menyerahkan kekuasaan Majapahit kepada putrinya, Suhita.
Sementara itu, Wikramawarddhana memilih untuk menepi dan menjadi pendeta pada tahun 1406 M. Belum ditemukan bukti adanya gonjang-ganjing berarti dalam kepemimpinan Suhita.
Meski demikian, pada masa Rani Suhita wibawa Majapahit sudah turun karena perang saudara. Ia pun memimpin cukup lama hingga tahun 1447 M.
Rani Suhita tidak dikaruniai keturunan. Oleh karena itu, penerus kerajan diserahkan kepada sang adik, Bhre Tumapel Kertawijaya, bergelar Wijayaparakramawarddhana yang hanya memimpin selama sekitar empat tahun, 1447-1451 M.
Seterusnya nama Majapahit pun meredup. Beberapa pergantian raja terjadi hingga Majapahit menemui akhir kejayaan.
Editor : Trisna Eka Adhitya