SURABAYA, iNews.id – Dua tokoh nasional mengadakan pertemuan di kawasan Kuningan, Jakarta, Minggu (17/4/2022) malam. Mereka Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan tokoh politik sekaligus pengamat ekonomi, Rizal Ramli.
LaNyalla didampingi Senator Fachrul Razi (Aceh), Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifuddin, Sekjen DPD RI Rahman Hadi dan Deputi Administrasi DPD RI, Lalu Niqman Zahir.
Rizal Ramli mengucapkan terima kasih kepada LaNyalla yang dengan kerelaan hati berkoordinasi dengan Kapolri dan Panglima TNI untuk menjamin keselamatan mahasiswa saat aksi damai 11 April 2022.
“Saya ucapkan terima kasih kepada Pak LaNyalla yang telah berkoordinasi dengan Kapolri dan Panglima TNI untuk menjamin keamanan mahasiswa,” ujar Rizal Ramli.
Rizal membahas Presidential Threshold 20 persen. Menurutnya, Indonesia saat ini bukan menganut sistem presidensil, melainkan parlementer. “Karena begitu Presiden terpilih, lantas memainkan politik dagang sapi dengan partai-partai politik,” kata Rizal.
Rizal menyontohkan Perancis yang menerapkan sistem presidential. Menurutnya, di Perancis hal yang pertama dilakukan dalam pemilunya adalah memilih Presiden terlebih dahulu.
“Setelah itu, tiga bulan setelah pemilihan Presiden baru memilih DPR dan DPD,” jelasnya.
Dalam situasi seperti itu, ketika figur dari partai tertentu memenangkan kontestasi pemilihan Presiden, maka semua pihak yang memiliki hasrat politik akan bergabung ke partai pemenang pemilu Presiden.
“Orang-orang yang hebat dan berpengaruh akan bergabung. Dia tak perlu dagang sapi lagi dengan partai lain. Maka lebih kuat posisinya, karena untuk membentuk pemerintahan tak perlu konsultasi dengan partai politik,” jelasnya.
Menurutnya, yang terjadi saat ini adalah sistem presidensil dibuat kuat dengan politik dagang sapi. “Caranya melalui bagi-bagi kursi, jabatan, illegal immunity dan lain-lain. Praktik politik dagang sapi itu haram sebetulnya,” tegas Rizal.
Jika merujuk kepada Belanda yang mempraktikkan politik dagang sapi, hal itu dilakukan bukan dengan iming-iming tertentu, tetapi mengedepankan negosiasi program.
“Setelah program, baru pilih orang. Kalau di Indonesia, mental kita rusak. Disogok lewat jabatan politik dagang sapinya, bukan adu program,” ujar Rizal.
Maka, kata dia, solusi memperbaiki bangsa ini sekaligus memperkuat praktik presidensil adalah kembali ke UUD 1945. "Maka sistem presidensil akan kuat," kata dia.
Ketua DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika sudah menjadi kewajiban moralnya sebagai Ketua Lembaga Tinggi Negara untuk melindungi mahasiswa yang murni menyampaikan aspirasi rakyat.
“Itu kewajiban moral kita untuk menjaga adik-adik mahasiswa yang merupakan generasi penerus bangsa yang ingin menyampaikan aspirasi rakyat. Kita harus berpikir dan bertindak sebagai negarawan,” kata LaNyalla.
Mengenai sistem presidensil, LaNyalla sependapat dengan Rizal Ramli. Oleh karena itu, ia selalu menggaungkan agar kita kembali kepada UUD 1945.
“Saya sependapat dengan pernyataan Mas Rizal Ramli bahwa kita harus kembali ke UUD 1945. Kita juga harus memperkuat posisi pemerintahan dan MPR/DPR/DPD RI sesuai dengan tupoksinya,” kata LaNyalla.
Senator asal Jawa Timur itu menyatakan, isi dari konstitusi hasil Amandemen sudah tidak sejalan dengan Pancasila. Karena pasal-pasal yang ada sudah tidak sejalan dengan naskah pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Menurutnya, Indonesia telah meninggalkan sistem demokrasi Pancasila dan beralih ke sistem demokrasi liberal dan sistem ekonomi kapitalistik.
“Pancasila kini terasing dan hanya dibacakan di upacara-upacara kenegaraan sebagai bagian dari seremonial,” tandasnya.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait