CAPE TOWN, iNewsMojokerto.id - Muhsin Hendricks, seorang pria yang dijuluki imam masjid pendukung LGBT pertama di dunia, tewas dalam insiden penembakan di Afrika Selatan. Pria berusia 57 tahun itu ditemukan meninggal dunia pada Sabtu pagi setelah kendaraan yang ditumpanginya diberondong tembakan di Kota Gqeberha.
Kepolisian setempat melaporkan bahwa Hendricks ditembak oleh dua orang pelaku yang mengenakan topeng. "Dua pelaku keluar dari kendaraan dan mulai melepaskan beberapa tembakan ke kendaraan itu," demikian pernyataan polisi yang dikutip dari BBC, Senin (17/2/2025).
Insiden penembakan ini terjadi setelah Hendricks dikabarkan memimpin sebuah upacara pernikahan pasangan lesbian, meskipun informasi tersebut belum dikonfirmasi secara resmi.
Sebuah rekaman video yang merekam detik-detik penembakan Hendricks beredar di media sosial. Dalam video tersebut, terlihat sebuah mobil menghentikan laju kendaraan yang ditumpanginya. Saat mobil tersebut berhenti, seorang pria bersenjata melompat keluar dan menembak Hendricks yang berada di kursi belakang kendaraan.
Rekaman CCTV juga menunjukkan sudut lain dari kejadian tersebut, memperlihatkan seorang pelaku yang mendekati kendaraan dan melepaskan beberapa tembakan melalui jendela penumpang belakang.
Sementara itu, Yayasan Al-Ghurbaah yang dikelola Hendricks dan menaungi Masjid Masjidul Ghurbaah di Cape Town, mengonfirmasi bahwa ulama tersebut telah meninggal dunia akibat serangan tersebut.
Ketua Dewan Yayasan, Abdulmugheeth Petersen, melalui grup WhatsApp meminta para pengikut Hendricks untuk tetap tenang dan bersabar, serta menekankan pentingnya melindungi keluarga mendiang setelah insiden ini.
Muhsin Hendricks dikenal sebagai tokoh yang memberikan perlindungan bagi komunitas LGBTQ+ Muslim yang sering menghadapi diskriminasi. Sejak 1996, ia secara terbuka mengidentifikasi dirinya sebagai gay, yang menjadi kejutan besar bagi komunitas Muslim di Cape Town dan sekitarnya.
Pada tahun yang sama, ia mendirikan The Inner Circle, sebuah organisasi yang bertujuan memberikan dukungan bagi kaum Muslim queer yang berusaha mendamaikan keyakinan agama dan identitas mereka. Ia kemudian mendirikan Masjidul Ghurbaah sebagai ruang ibadah inklusif bagi komunitas tersebut.
Kematian Hendricks menimbulkan duka mendalam di kalangan komunitas LGBTQ+ global. Julia Ehrt, Direktur Eksekutif di International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (Ilga), menyerukan penyelidikan menyeluruh terhadap kasus ini, mengingat kemungkinan bahwa insiden tersebut merupakan kejahatan bermotif kebencian.
"Dia mendukung dan membimbing banyak orang di Afrika Selatan dan di seluruh dunia dalam perjalanan untuk berdamai dengan iman mereka. Hidupnya telah menjadi bukti penyembuhan yang dapat diberikan oleh solidaritas lintas komunitas dalam kehidupan setiap orang," ujarnya.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait